Terbitnya
peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
yang menyebutkan bahwa usia calon pendaftar CPNS Tahun 2018 paling rendah 18
tahun dan paling tinggi 35 tahun pada saat melamar bagaikan suara dentuman
meriam yang ditembakkan ditepi telinga, membahana dan memekakkan telinga bahkan
menghancurkan gendang telinga yang paling dalam bagi GTT. Terbitnya peraturan
tersebut menimbulkan kekecewaan sangat mendalam bagi sebagian Guru tidak tetap (GTT). Harapan bertahun tahun akan
adanya perbaikan nasib rasanya pupus sudah.
Beragam upaya yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi diri
seperti meningkatkan kualifikasi pendidikan, memperoleh ijazah yang linear dan
berbagai macam kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi rasanya sia-sia
tanpa guna.
Dampak
dari terbitnya peraturan ini menimbulkan efek berantai yang luar biasa. Berbagai
aksi unjuk rasa di berbagai daerah dalam berbagai bentuk muncul. Mulai
ajakan kesepakatan mogok mengajar
bersama dari tenaga honorer sampai
menyampaikan aspirasi secara langsung ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah
bisa memahami kondisi yang ada. Factor ekonomi (Suara perut) tidak bisa hanya
diredam hanya dengan mengingatkan kembali fungsi dan tujuan utama dari seorang
menjadi pendidik. Apalagi kondisi sekarang dimana pemenuhan kebutuhan dirasa
sangatlah sulit, harga-harga barang dan jasa yang ketika naik sudah tidak
memungkinkan untuk turun. Mereka tidak menuntut kehidupan yang berlebih, cukup saja sudah merupakan kenikmatan yang patut
disyukuri.
Berbagai
upaya juga sudah dilakukan oleh aparat pemerintah untuk meredam gejolak aneka
aksi. Himbauan diberikan baik berupa
lisan maupun surat edaran agar tetap kembali menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai pendidik, kasihan siswa-siswa
dikelas yang harus tertinggal akibat ketidakhadiran guru yang memperjuangkan
nasib. Bahkan dibeberapa daerah sempat muncul peringatan sangsi bagi tenaga
honorer yang meninggalkan tugas pada
saat jam dinas.
Upaya
yang dilakukan berbagai instansi maupun pemerintah tidaklah semua berhasil.
Puncaknya tanggal 30/10/2018 hingga 31/10/2018 ribuan guru dari berbagai daerah
di seluruh nusantara berkumpul di depan
istana menuntut agar mereka diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Guru
honorer merupakan guru yang memiliki hak untuk memperoleh honorium, mendapatkan
perlindungan hukum dan cuti berdasarkan peraturan pemerintah yang tertuang
dalam undang-undang ketenagakerjaan. Sampai saat ini guru honorer memiliki
status kepegawaian yang kurang jelas, disebabkan jangka kontrak yang
ditentukan, jika kontraknya selesai,seorang guru honorer dapat diberhentikan
dari status kepegawaiannya.
Dalam status kepegawaian, profesi guru dibagi dua,
(1) guru tetap dan, (2) guru tidak tetap (Guru bantu). Perbedaan antara guru
tetap dan guru honorer tidak berhenti pada status kepegawaiannya, tetapi juga
pada faktor upah minimumnya. Padahal, jika ditinjau dari sisi pekerjaan antara
guru tetap dan guru honorer memiliki pekerjaan yang sama. Adanya perbedaan
tersebut tentu menimbulkan permasalahan bagi guru honorer, terutama tentang
kesejahteraan psikologisnya, lebih khusus kesejahteraan psikologis guru honorer
yang berada didaerah tertinggal. Oleh sebab itu, Peningkatan kesejahteraan
ekonomi dan kesejahteraan psikologis sudah seharusnya dirasakan oleh guru
honorer yang ada didaerah tertinggal, terpencil dan terdalam, apa lagi para
guru honorer telah mengabdi dalam jangkan waktu yang sangat lama.
Dewasa ini, masih banyak guru yang berstatus
sebagai guru honorer daerah. Kondisi guru honorer saat ini sangat
memprihatinkan, mulai dari masa depan yang tidak jelas, menjalani kondisi
terpuruk bertahun-tahun, mengabdi diderah tertinggal,sistem honorium yang tidak
menentu, terkadang menerima honorium setelah tiga bulan menjalangkan tugas
bahkan tidak menentu.
Hasil observasi terhadap guru honorer daerah,
menunjukan berbagai problem yang dilema, mulai dari masa mengabdi yang cukup
lama, diantaranya ada yang mengabdi lebih dari 20 tahun. Satu sisi, guru
honorer daerah menerima upah Rp. 300.000,00, 250.000,00 dan Rp 200.000,000
perbulan maupun pertriwulan, akan tetapi mereka tetap bertahan dengan kondisi
terpuruk bertahun-tahun, ditambah status kepegawaiannya yang belum jelas. Guru
honorer memang menghadapi kenyataan yang memprihatinkan, mulai dari tingkat
penghasilan yang tidak menentu, meskipun saat ini pemerintah daerah sudah
memberikan perhatian dengan memberikan tunjangan tetapi nilainya masih terlalu
kecil. Kesenjangan masih terlalu jauh dibandingkan dengan tunjungan-tunjungan
yang disediakan oleh pemerintah sebagaimana para guru pegawai negeri sipil
(PNS). Setelah sekian lama mengabdi dengan kondisi terpuruk yang menarik, masih
banyak guru honorer daerah yang bertahan meskipun belum diangkat menjadi
pegawai negeri sipil (PNS).
Berdasrkan kondisi di atas seandainya kita
merenung lebih dalam melihat kondisi yang ada
pantaslah sematan pahlawan tanpa tanda jasa kita berikan pada saudara kita para guru honorer
Pemerintah melalui Menteri Pan RB menyampaikan
secara hukum (de jure) sebenarnya permasalahan Tenaga Honorer Kategori 2 (THK
2) sudah selesai dan harus sudah diahiri pada tahun 2014 sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 56 Tahun 2012, namun demikian dalam realitanya masih ada
persoalan khususnya bagi sekitar 439 ribu lebih THK 2 yang tidak lulus seleksi
di tahun 2013. "Masalah honorer ini sudah mengemuka dari tahun 2004 dan
pemerintah sudah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para honorer
tersebut, baik THK1 maupun THK2," ungkap Menpan-RB Syafruddin, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di Jakarta.
Jum'at (2/11/2018).
Dijelaskan Menteri, sampai tahun 2014 pemerintah
sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan
mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih THK 1 dan sekitar 200 ribu THK 2
menjadi PNS. "Jadi apabila rujukannya hukum karena kita adalah negara
hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai tahun 2014 seiring
dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta THK 1 dan THK 2 menjadi PNS,"
tegas Syafruddin. Lebih lanjut diterangkan bahwa dampak dari kebijakan tersebut
saat ini komposisi PNS didominasi oleh Eks THK 1 dan THK 2. Dari 4,3 juta lebih
PNS, sebesar 26 % terdiri dari Eks THK 1 dan THK 2 yang sebagian besarnya
diangkat secara otomatis tanpa tes.
Namun demikian, disampaikan Menteri bahwa
pemerintah tetap memberikan perhatian serius untuk mengurai dan menyelesaikan
permasalahan honorer Eks THK 2. Ditekankan berkali-kali oleh mantan Wakapolri
ini bahwa Pemerintah sama sekali tidak menafikan jasa para tenaga honorer yang
telah bekerja dan berkeringat selama ini. Dalam penyelesaiannya, Pemerintah
harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan obyektif bangsa serta sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, Pemerintah telah
menyiapkan skema penyelesaian sebagai berikut: Pertama, Pemerintah mengupayakan
untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM ASN secara berkelanjutan yang
saat ini raw input-nya 26 % berasal dari tenaga honorer yang diangkat tanpa
tes. Kedua, Pemerintah memperhatikan peraturan perundangan yang saat ini
berlaku, antara lain: UU ASN yang mensyaratkan usia maksimal 35 tahun, serta
harus ada perencanaan kebutuhan dan harus melalui seleksi; UU Guru dan Dosen
yang mensyaratkan Guru minimal harus S1
Kita
semua berharap pemerintah tetap konsisten memperbaiki nasib kesejahteraan rekan guru honorer. Karena tanpa kesejahteraan yang cukup bagimana
mungkin bisa mengajar dengan tenang.
Andaikata
keinginan tidak sesuai harapan kita yakin bahwa guru honorer kita masih
memiliki cita cita yang mulia yang tidak bisa tergantikan oleh materi atau
sekedar jabatan. Kita yakin bahwa rekan guru honorer masih memiliki pegangan
prinsip yang mulia yaitu bahwa kesejahteraan
seorang guru tidaklah seperti kesejahteraan profesi yang lain seperti pejabat,
artis maupun pegawai instansi lainnya. Namun, kebanggaan dan kepuasan menjadi
seorang guru tidaklah dapat diukur dari gaji yang diterima setiap bulan
melainkan melakukan suatu pekerjaan mulia untuk memberikan ilmu kepada anak
bangsa sehingga nantinya mereka akan menjadi manusia yang lebih baik serta
kebahagian atas pahala yang tak pernah berhenti mengalir teruntuk seorang guru
yang telah berjasa dalam mencerdaskan dan mendidik anak-anak tersebut walaupun guru
tersebut telah tiada.
Semoga
dari didikan dorongan, motivasi dan inspirasi yang mereka tanamkan pada peserta
didik melahirkan lahir generasi berakhlakul karimah , cerdas dan cakap mampu
menghadapi tantangan dunia yang serba komplek.
Selamat hari guru nasional
. “Jayalah guruku, sukseslah siswaku,
dan majulah negriku”
Babat ,
25 Nopember 2018